Senin, 31 Januari 2022

Shalat Istikharah dalam Fasolatan



Ketika kalian menginginkan sesuatu namun belum yakin atau belum mantep, maka kerjakanlah salat istikharah dua rakaat. Insyaallah akan dipilihkan oleh Allah yang terbaik. Misalnya, ada seorang laki-laki yang mau menikahi seorang perempuan, tetapi hati laki-laki tadi belum mantep akan jadi baik apa tidak, maka laksanakanlah salat istikharah dua rakaat.

Adapun niatnya adalah :

اُصَلِّيْ سُنَّةَ الْإِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى.

Saya niat salat istikharah dua rakaat karena Allah ta’ala.

 

Tata caranya :

Dilaksanakan dua rakaat, setelah fatihah di rakaat pertama membaca Surah Al-Kafirun, setelah fatihah di rakaat kedua membaca Surah Al-Ikhlas.

 

Kemudian diakhiri dengan doa, silakan download di sini

Rabu, 26 Januari 2022

Salat Idul Fitri Tanggal 2 Syawal

 

Analisis Hadis Salat Idul Fitri Tanggal 2 Syawal.


Ilustrasi ucapan, Idulfitri. (Photo by pikisuperstar on Freepik)


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى االلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ˓ وَالْأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّى النَّاسُ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ.

Dari Aisyah r.a., beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Hari raya Idul Fit}ri adalah hari orang berbuka dan hari raya Idul Ad}ha> adalah hari orang berkurban.” (Diriwayatkan oleh al-Tirmiz{i).

 

Makna Hadis

Jika seseorang melihat anak bulan (hilal) pada malam hari raya, maka wajib baginya mengamalkan apa yang dia yakini dalam dirinya tanpa perlu mengira, apakah nanti ada hakim yang bakal menerima kesaksiannya ataupun tidak. Dalam masalah salat hari raya, berbuka dan berqurban, dia wajib mengikut keputusan yang telah dibuat oleh lembaga kehakiman, dalam hal ini sebagai wakil dari pemerintah adalah Kementerian Agama (Kemenag) karena dikhawatirkan menimbulkan kekacauan. Inilah kefahaman yang terdapat di dalam hadis ini. Adapun sanggahan Ibn Abbas r.a terhadap kesaksian seseorang yaitu Kuraib yang telah menyaksikan penduduk negeri Syam telah berpuasa pada hari Jumat, melalui perkataannya: “Sesungguhnya kami melihat anak bulan pada malam Sabtu,” maka ini memuat dua tafsiran. Pertama, barangkali Ibn Abbas r.a ingin menyatakan adanya perbedaan waktu kemunculan anak bulan antara negeri Syam dengan negeri Hijaz. Inilah landasan yang betul. Kedua, barangkali pula Ibn Abbas r.a menolak kesaksian satu orang karena beliau mensyaratkan adanya sejumlah saksi dalam masalah ini. Apapun di dalam hadis tersebut tidak didapati bukti yang menunjukkan bahwa Ibn ‘Abbas r.a. menyuruh Kuraib mengamalkan apa yang ada dalam dengan keyakinan dirinya.

 

Analisis Lafaz}

العِيْدَيْنِ ”, bentuk tasniyah dari lafaz}عِيْدٌ”, diambil dari kata “العِوْدُ”. Kemudian huruf waw diganti dengan huruf ya’, lalu harakat ‘ain diganti menjadi kasrah supaya munasabah (kesesusaian) dengan huruf ya’ yang jatuh sesudahnya, hingga jadilah “العِيْدُ ”. Menurut tata bahasa, seharusnya bentuk jamak kalimat ini adalah “أعواد”, tetapi dijamakkan dalam bentuk “أعياد ” untuk membedakan lafaz} ini dengan lafaz}أعواد ” yang merupakan bentuk jamak dari lafaz}عود” yang bermaksud “kayu”. Menurut pakar bahasa, itu lantaran kekalnya huruf ya’ dalam bentuk  mufrad atau tunggal.


Menggunakan kata “عيد” (hari raya) karena ia kembali berulang dalam setiap tahun, rahmat serta kebaikan Allah berlimpah pada hari itu, terlebih lagi yang berkaitan dengan pengampunan dosa. Kedua hari raya yang dimaksudkan di sini adalah hari raya Idul Fit}ri dan hari raya Idul Ad}ha. Waktu mengerjakan salat hari raya Idul Fit}ri ialah ketika matahari berada pada ketinggian dua penggal (setinggi dua tombak), sedangkan waktu mengerjakan salat hari raya Idul Ad}ha ialah ketika matahari berada pada ketinggian sepenggal (setinggi satu  tombak). Inilah menurut pendapat jumhur ulama. Hikmah yang terdapat dalam salat hari raya Idul Ad}ha ialah disunahkan menahan diri untuk tidak makan sebelum selesai salat dan sesudahnya barulah seseorang dibolehkan makan sebagian daripada hewan kurbannya. Jika salat tidak segera dikerjakan, maka ini bakal mengganggu mereka yang melakukannya sebab terlampau lama mereka menahan diri untuk tidak makan. Sedangkan dalam salat hari raya Idul Fit}ri disunahkan mengakhirkan salat, karena dengan mengakhirkan salat terdapat waktu luang yang memadai untuk melaksanakan zakat Fit}rah, sebelumnya pandangan inilah yang lebih diutamakan.

Menurut maz}hab Maliki, salat dua hari raya dilakukan apabila matahari telah tinggi sepenggal tanpa ada perbedaan di antara keduanya. Hukum mengerjakan salat hari raya adalah sunnah mu’akkad menurut jumhur ulama dan fardu kifayah bagi lelaki menurut ulama maz}hab Hambali.

 اَلْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ hari raya Idul Fit}ri adalah hari raya berbuka bersama dengan banyak orang.

يَوْمَ يُضَحِّى النَّاسُhari ketika orang ramai menyembelih hewan kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

 

Fiqh Hadi>s}

Apa yang mesti dijadikan pedoman dalam menetapkan hari raya ialah mengikuti orang banyak. Seseorang yang dapat melihat atau merukyah hilal, maka hari raya tetap diwajibkan menyesuaikan dirinya dengan khalayak ramai secara hukum dalam mengerjakan salat hari raya, berbuka dan melakukan kurban. Jumhur ulama mengatakan bahwa barang siapa yang melihat anak bulan (hilal) Syawal, namun kesaksiannya tidak dapat diterima oleh majelis hakim, maka dia tidak boleh berbuka.

Imam al-Syafi’i berkata: “Dia boleh berbuka kecuali jika dikhawatirkan dituduh dengan tuduhan yang buruk. Dalam keadaan ini hendaklah dia menahan diri daripada makan dan minum, tetapi dengan meyakini bahwa dirinya berada dalam hari raya.”

Mayoritas ulama bersepakat bahwa barang siapa yang melihat anak bulan (hilal) puasa, walaupun kesaksiannya tidak dapat diterima oleh majelis hakim, maka dia tetap diwajibkan puasa sendirian.”

 

عَنْ أَبِيْ عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ عَمُوْمَةٍ لَهُ مِنَ الصَّحَابَةِ أَنَّ رَكْبًا جَاءُوْا˓ فَشَهِدُوْا أَّنَّهُمْ رَأَوُ الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ˓ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُفْطِرُوْا˓ وَإِذَا أَصْبَحُوْا يَغْدُوْا إِلَى مُصَلَّاهُمْ˓ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَاَبُوْ دَاوُدَ – وَهَذَا لَفْظُهُ – وَإِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ.

Dari Abu ‘Umair ibn Anas ibn Malik r.a. dari salah seorang bapak saudaranya yang juga dikategorikan sebagai sahabat bahwa serombongan kafilah datang, lalu mereka bersaksi bahwa mereka telah melihat anak bulan pada hari sebelumnya. Mendengar itu, Nabi Saw. menyuruh berbuka dan pada keesokan harinya mereka diperintahkan keluar menuju ke tempat salat (untuk mengerjakan salat hari raya). (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud. Hadis ini menurut riwayat Abu Dawud, dan sanadnya berkedudukan sahih).

Makna Hadi>s{

Jika waktu hari raya telah diketahui sebelum waktu salatnya habis, maka salat hari raya hendaklah segera dikerjakan pada hari itu. Namun jika hari raya masih belum diketahui melainkan sesudah waktu salatnya habis, maka salat hari raya hendaklah dilakukan pada hari berikutnya dan dianggap sebagai salat qada>’. Hadis yang menerangkan hukum ini berkaitan hari raya Idul Fit}ri, kemudian dikiaskan kepadanya hari raya Idul Ad}ha>

Analisis Lafaz

عَمُوْمَةٍ لَهُ”, lafaz ‘umuumah merupakan bentuk jamak dari lafaz}عم” yang bermaksud saudaranya bapak (paman). Pamannya Abu Umair adalah sahabat dan oleh karenanya, ini tidak menimbulkan cacat hadis meskipun nama dan identitas mereka tidak diketahui dengan berlandaskan kepada satu kaidah bahwa setiap sahabat adalah adil. "رَكْبًا", serombongan kafilah dalam perjalanan pulang setelah melakukan usaha perniagaan yang berada di luar kota Madinah.

 رَأَوُ الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ”, mereka telah melihat anak bulan Syawal, sedangkan penduduk Madinah tidak melihatnya, kerana ketika itu cuaca Madinah dipenuhi awan hingga pada waktu pagi hari itu mereka tetap berpuasa.

"فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُفْطِرُوْا" Nabi Saw. menyuruh mereka berbuka, kerana hari itu merupakan hari raya sesuai dengan kesaksian beberapa saksi.  "وَإِذَا أَصْبَحُوْا يَغْدُوْا إِلَى مُصَلَّاهُمْ" dan pada keesokan harinya mereka diperintahkan keluar menuju tempat salat untuk mengerjakan salat hari raya.

 

Fiqh Hadis

Jika waktu salat hari raya telah berlalu pada hari pertama, maka solat hari raya hendaklah dilaksanakan pada hari kedua bulan Syawal sebelum matahari tergelincir. Inilah pendapat maz}hab Hambali dan maz}hab Hanafi. Mereka mengatakan pula bahwa tidak ada perbedaan antara terlewat lantaran keliru atau wujudnya faktor lain yang dikategorikan sebagai uz}ur.

Menurut pendapat yang sahih dalam maz}hab al-Syafi’i, salat mestilah diqadha’ dalam waktu yang tidak perlu diberi batasan, karena disunnahkan mengqadha’ salat sunah yang dilakukan pada waktu tertentu apabila waktunya telah berlalu. Imam Malik berkata: “Jika mereka mengetahui hari raya sebelum matahari tergelincir, maka solat hari raya mestilah segera dikerjakan. Jika matahari telah tergelincir, maka solat hari raya tidak perlu lagi dikerjakan, sama ada pada hari itu ataupun pada hari berikutnya karena salat hari raya itu merupakan suatu amal ibadah yang mesti dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, ia tidak boleh dikerjakan pada waktu lain selain daripada waktu yang telah ditetapkan.”

Rowi Hadis

Abu Umair ibn Anas ibn Malik, nama aslinya ialah Abdullah ibn Anas ibn Malik. Beliau meriwayatkan hadis daripada pamannya dan telah diambil riwayatnya oleh Abu Bisyr yang nama asalnya adalah Ja’far ibn Iyas.

Jika merujuk pada keterangan hadis di atas dengan permasalahan penentuan awal Syawal dalam konteks kekinian dan kedisinian, kasusnya tidak sama dengan kasus di masa beliau Saw. Sebagian masyarakat Indonesiaa lebih memilih mengikuti fatwa sebagian kalangan yang merujuk pada organisasi masarakat yang notaben background-nya agama untuk berlebaran, misalnya jatuh pada hari Jumat bukan hari Sabtu, sebagaimana kesepakatan mayoritas muslim dan keputusan Menteri Agama. Namun berbeda dengan keyakinan mereka, justru secara sadar, sengaja, dan direncanakan sejak jauh-jauh hari untuk melaksanakan shalat Idul Fit}ri pada tanggal 2 Syawwal.

Sholat Idul Fit}ri bisa juga ditunaikan tanggal 2 Syawal bila terjadi perbedaan pendapat tentang awal syawal yang sering terjadi di Indonesia. Bila kita meyakini bahwa sholat Idul Fit}ri misalnya jatuh hari Ahad, sementara tidak ada yang melaksanakan pada hari Ahad di daerah tempat tinggal kita, maka salat bisa kita tunaikan pada hari Senin. Atau demi kebersamaan dan menjaga persatuan, bisa saja kita melaksanakan pada hari Senin. Dengan menggunakan pendekatan maslahah.

 

Referensi  utama:

Alawi Abbas al-Maliki dan Hasan Sulaiman al-Nuri, Ibanah Al-Ahkam Syarah Bulugh Al- Maram Jilid Kedua, (Kuala Lumpur : Hidayah Publiction, 2010), terj. oleh Nor Hasanuddin H.M. Fauzi, cet. 1, h. 81-84.

Universalitas Nilai Islam Pada Generasi Millenial Era Digital

       sumber gambar : republika.co.id.          Kajian mengenai sejarah peradaban Islam telah melalui dan mengalami beberapa periode, pada...