Rabu, 14 Desember 2016

lirik lagu shalawat Qamarun hits


قمر .. قمر .. قمر سيدنا النبي .. قمر 
وجميل .. وجميل .. وجميل سيدنا النبي .. وجميل 

وكف المصطفي كالورد نادي .. وعطرها يبقي اذا مست ايادي 
الله .. الله 
وكف المصطفي كالورد نادي .. وعطرها يبقي اذا مست ايادي 
الله .. الله 

وعمْ نوالها كل العباد .. وعم ناولها مل العبادي 
وعم نوالها كل العبادي .. حبيب الله يا خير البرا يااااا قمر


قمر .. قمر .. قمر سيدنا النبي .. قمر 
وجميل .. وجميل .. وجميل سيدنا النبي .. وجميل 

ولا ظل له بل كان نورا .. تنال الشمس منه والبدورا 
الله .. الله 
ولا ظل له بل كان نورا .. تنال الشمس منه والبدورا 
الله .. الله 

ولم يكن الهدي لولا ظهورها .. ولم يكن الهدي لولا ظهورها 
ولم يكن الهدي لولا ظهورها .. وكل الكون انا رهن رضاها 

قمر .. قمر .. قمر سيدنا النبي .. قمر 
وجميل .. وجميل .. وجميل سيدنا النبي .. وجميل 

قمر .. قمر .. قمر سيدنا النبي .. قمر 
وجميل .. وجميل .. وجميل سيدنا النبي .. وجميل

Rabu, 30 November 2016

Kitab Fasholatan KHR Asnawi Kudus Istimewa Sebagai Khazanah Ulama Nusantara

Khazanah Nusantara :
Kitab Tuntunan  Ibadah Praktis Karya Mbah Asnawi




Nama Buku               : Fasholatan
Pengarang                  : KHR.  Asnawi Al-Qudsy
Penyusun                   : Minan Zuhry Asnawi
Penulis                        : Rodhi Arif
Penerbit                      : Perc. Menara Kudus
Tahun Terbit             : 1375 H.
Halaman                     : 100 hlm.
Ukuran                       : 17 cm x 11.5 cm
Presensi                      : Alaik Ridhallah



Buku Fasholatan ini dikarang oleh ulama al- alim al-allamah yang terkenal di negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri. Juga salah satu  pendiri organisasi keagamaan terbesar Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus tokoh pejuang kemerdekaan dari Kudus. Beliau adalah Kiai Haji Raden (KHR) Asnawi. Dengan jam terbang yang tinggi, melintang mencari ilmu dari pondok pesantren satu ke lainnya di dalam negeri, bahkan sampai menmba ilmu ke Makkah sekaligus mengajar di sana hingga beberapa tahun pun dilakukannya.

Menggunakan bahasa Jawa dengan tulisan arab pegon, menjadikannya mudah dipahami. Kitab ini merupakan salah satu dari banyak kitab yang dikarangnya. Awal dalam dalam kitabnya yang terdapat petuah yang berbentuk syiiran berjumlah 10 bait dan berada di halaman 2 di beri judul Khuthbah Kitab. Adapun Bunyinya :

  • “Khutbah Kitab”
  • Alhamdulillah sekehe Puji #  Ingkang kagungan kang moho suci
  • Shalat wah salam ing kanjeng Nabi  #  Kabeh kawulo wargo shohabi
  • Waba'du para ingkang nglakoni  # Shalat lan lafadz biso maknani
  • Ikilah kitab anerangaken  #  Lafadz lan makna den angen-angen
  • Maring liyane iya anutur  #  Dungo wiridan ingkang wus masyhur
  • Namane kitab Fashalatane  #  Poro ulama guru-gurune
  • Ikilah kitab aja do mamang  #  Iku wus bener aja sumelang
  • Kang ora duwe tukuho wani  #  Senajan larang regane wani
  • Duwit kang gawe tuku dak ilang #  Kaweruh hasil bodone kurang
  • Bondo kang gawe lakon ma'siyat #  Den siksa besok ana akhirat (Ketikan M. Rikza di WA) 
KHR. Asnawi atau yang akrab disapa Mbah Asnawi ini, merupakan pendiri Madrasah Qudsiyyah Kudus kebetulan pada tahun 1437 H. mencapai usia 100 tahun atau 1 abad. Dalam syiir tadi, mbah Asnawi mengajak pembaca untuk bersyukur dan memuji kepada Allah s.w.t, shalawat dan kepada baginda Nabi Muhahammad, keluarga dan sahabat-Nya.

Bisa download di sini : Fasholatan KHR Asnawi PDF

Masih dalam kuthbah kitabnya-nya, Mbah Asnawi mengingatkan orang yang mengerjakan shalat untuk jangan hanya melafalkan saja tapi harus mengangan-angan (bacaan dalam shalat) dengan  maknanya. Dengan adanya kitab ini semoga bisa untuk dipelajari karena mudah dipahami. Dia juga menganjurkan supaya doa-doa wiridan biasanya dibaca setelah shalat yang sudah tidak asing di telinga itu diangan-angan maknanya.

Dalam pungkasan khuthbah kitab-nya, Ia menekankan bagi yang tidak punya kitab ini dipersilakan untuk membeli walaupun harganya mahal, kalaupun mahal tidak akan rugi karena ilmu yang manfaat didapatkan akan lebih daripada uang yang dikeluarkan. Sekaligus daripada mengeluarkan uang yang digunakan untuk maksiat, nanti mendapat siksa di akhirat.

“Sholat adalah tiangnya agama (Islam) dan barang siapa yang mendirikan shalat maka termasuk orang yang mendirikan agama, dan barang siapa meninggalkan shalat maka ia telah merusak-merobohkkan agama”  ini merupakan sebuah hadits Rosulullah s.a.w,. Pelaksanaan ibadah Shalat merupakan urgen dalam keseharian, karena termasuk bagian salah satu dari rukun Islam yang jumlahnya lima. Dalam pelaksaannya dikemas dan ditata sedemikian rupa, dengan bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan yang khusus.

“Orang yang melakukan shalat-fardhu lima waktu dalam sehari semalam, Rosulullah merumpamakan bagaikan sungai yang mengalir airnya di depan rumah  salah satu dari kalian    dan dapat mandi mandi lima kali dalam sehari-semalam maka akan dihapus semua dosa-dosanya. “Sholat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, selisih 27 derajat pahalanya”

Ungkapan-ungkapan yang dituangkan dalam muqaddimah tadi di-nukil dari hadits Rosululloh s.a.w,. Disampaikan mbah Asnawi bahwasannya beruntunglah orang-orang yang mengerjakan ibadah-shalat apalagi dilakukan secara berjamaah (bersama-sama) di masjid maupun musholla akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

Bagi yang tidak mengerjakan, maka termasuk golongan orang yang sangat rugi. Dalam akhir muqaddimah kitab ini, mbah Asnawi menekankan kepada kaum muslimin dan muslimat supaya mewanci-wanci putra-putrinya untuk diajari dan dilatih ibadah sejak dini jangan sampai dibiarkan, supaya tidak termasuk golongan yang rugi, apalagi pelaksanannya dilakukan di masjid atau langgar karena sesuai firman Alloh dalam al-Qur’an : Sesungguhnya orang yang meramaikan masjid Allah termasuk orang yang iman kepada Allah dan hari akhir....

Sesuai madzhab yang dianut mbah Asnawi, kitab ini kebanyakan besar dinukil dari kitab-kitab fiqh dan lain-lain yang dikarang oleh ulama-ulama yang bermadzhab Syafi’i.

Sesuai namanya “Fasholatan” kitab ini isinya menerangkan tata cara melaksanakan shalat. Tidak hanya masalah shalat saja, namun juga beberapa ibadah yang berkenaan dengan shalat seperti adzan sebelum shalat ini bisa dilihat di halaman 2. Setelah itu wudhu dan hal-hal yang membatalkannya, tayammum, shalat-shalat sunnah, baca-bacaan doa wirid dan masih banyak lagi tentang faidah-faidah yang diterangkan di dalamnya.

Pada halaman 14 sampai dengan 33 menerangkan bab shalat. Mulai dari awal tentang syarat, rukun shalat, cara-caranya takbiratul ikhram, iktidal, sujud dan lain-lain.  masih pada halaman yang sama yaitu 33 dituliskan wiridan (doa-doa) yang umumnya orang lakukan setelah menjalankan shalat. 

Kitab yang sudah tergolong tua ini,   dalam penyusunannya menggunakan tulisan arab pegon dengan bahasa Jawa yang mudah dipahami, isinya merupakan ajaran fiqh dasar yang tidak lepas dari pengamalan ibadah keseharian. Cocok bagi orang yang sedang mempelajari ibadah, khususnya untuk anak-anak yang mempelajari ibadah dengan kitab ini sebelum ke kitab selanjutnya yang berbahasa arab (gundul). Dicetak menjadi 100 halaman dengan ukuran kertas minimalis kan muat di kantong saku baju, juga praktis dibawa kemana-mana.

Tertulis dalam sampul dalam  penyusunnya adalah Minan Zuhri Asnawi, ia adalah cucu dari mbah Asnawi. Sudah menjadi hal yang biasa dalam dunia pesantren atau madrasah diniyyah seorang santri akan mencatat apa yang diungkapkan oleh kiainya. Namun dalam halaman akhir bagian pojok kiri bawah, yang menuliskan kembali dalam bentuk kitab ini adalah saudara Rodhi Arif.
  
Disusun dengan menggunakan tulisan arab pegon dan berbahasa Jawa, kitab ini dirasa kurang sesuai bagi  orang yang belum terbiasa atau belum mempelajari tulisan arab pegon ini. Apalagi orang yang tidak bisa berbahasa jawa, akan terasa menyulitkannya. Namun ini bisa disiasati dengan menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan menggunakan tulisan latin. Seyogyanya ditambah  dengan mencantumkan daftar isi akan mempermudah pembaca dalam melihat isinya. Kitab kecil yang sangat luar biasa isi ilmunya ini akan selalu dibuat pegangan dalam ibadah-shalat kaum muslimin, sekaligus mewarnai khazanah dalam buku agama yang sudah lumayan tua di negeri  ini.

Meskipun sekarang kitab semacam dan sejenis ini sudah banyak beredar di publik, namun kitab mbah Asnawi inilah yang tertua, bisa jadi yang pertama kali mengenalkan ibadah shalat dan lain-lain menggunakan bahasa yang mudah dipahami, karena kitab ini di-nukil dari kitab-kitab ulama yang berbahasa arab khususnya yang bermadzhab Syafi’iyah. Namun perlu diketahui bahwasannya dalam dunia pondok pesantren, sanad dalam mempelajari ilmu agama itu penting karena jika diruntutkan nyambung  sampai kepada Rosululloh s.a.w.,.

Sama halnya di awal kitab ini dibuka dengan syiiran Khuthbah Kitab, dalam halaman akhir ditutup dengan syiiran yang berjumlah 11 nadhom atau bait. Bedanya yaitu menerangkan isi-isi petuah tentang kandungan ayat-ayat al-qur’an, mulai dari jumlah ayatnya, perintah (fardu, sunnah, haram), larangan, ancaman, cerita-cerita dan lain-lain.

Sekian, Terima kasih. selamat membaca.

Semarang, 01 Desember 2016.

Minggu, 20 November 2016

Shalawat Eling-eling Siro Menungso

Eling-eling 
لااله الا الله المالك الحق المبين #
محمدرسول الله صادق الوعد الأمين                              
Laa Ilaaha Illa Allah Al-Malikul Haqqul Mubin #
                    Muhammadur Rosululloh Shodiqul Wa’dil Amin

Eling Eling Siro Menungso  Ngelingono Anggonmu sholat ngaji  #
                    Mumpung durung katekanan  Malaikat Juru Pati

Panggilane kang moho kuoso  gelem ora bakal digowo #
                  Disalini sandang putih  yen uwis budal ra biso mulih

Tumpakane Kereto Jowo  Roda papat rupo Menungso #
                    Jujugane Omah Guo  Tanpo Bantal Tanpo Keloso

Omahe Ra Ono Lawange  Turu Ijen Ra Ono Kancane #
                      Ditutupi Anjang-anjang  Diurug Den siram Kembang

Tonggo-tonggo Podo Nyambang  Tangise Koyo Wong Nembang  #
                     Yen Ngaji Arang-arang  Pertondo Imane Kurang

صلاة الله سلام الله على طه رسو لله #
صلاة الله سلام الله على يس حبيب الله               
Luwih Loro Luwih Susah  Rasane Wong Ono Neroko  #
                 Klabang Kuris Kalajengking  Klabang Geni Ulo Geni

Godo Geni  Rantai Geni  Cawisane Wong Kang Wani  #
                Sing Wani Marang Pengeran Gemampang Dawuh Pengeran

Luwih Mulyo Luwih Mukti   Rasane Wong Ono Suwargo
                 Cinawisan Widodari  Pitung Puluh Punjul Siji

Kasur Babut  Den Rendani  Cawisane Wong Kang Bekti #        
                 Ngabekti Maring Pengeran  Ngambuh Dawuhe Pengeran

Sabtu, 12 November 2016

Syair Cinta Tanah Air (Hubbul Wathon), Ya Lal Wathon



Pencipta syair cinta tanah air (hubbul wathon) ini adalah beliau KH. Wahab Hasbullah. 

Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, 31 Maret 1888 – meninggal 29 Desember 1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014. Kemudian pada tahun 2016 ini akan didaulat sebagai lagu kebangsaan. Adapun syairnya di bawah ini :

Syair Cinta Tanah Air
(Hubbul Wathon)

يا للوطن  يا للوطن  يا للوطن
حب الوطن من الإيمان
ولاتكن من الحرمان
إنهضوا أهل الوطن

أندونيسيا بلادي
أنت عنوان الفخاما
كل من يأتيك يوما
طامحا يلق حماما


Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya ahlal Wathon
Hubbul Wathon minal Iman
Wala Takun minal Hirman
Inhadlu Ahlal Wathon
(2 X)

Indonesia Biladi
Anta ‘Unwanul Fakhoma
Kullu May Ya’tika Yauma
Thomihay Yalqo Himama

Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintaku dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku

Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintaku dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku

Indonesia Negriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa Datang Mengancammu
Kan Binasa di bawah durimu

Jumat, 14 Oktober 2016

Doa Zifaf. Ini dilakukan ketika suami usai ijab qobul perkawinan saat awal ketemu sang istri.

Doa Zifaf. Ini dilakukan ketika suami usai ijab qobul perkawinan saat awal ketemu sang istri. Dengan cara meletakkan telapak tangan kanannya di kepala sang istri seraya berdoa.
Adapun doanya adalah sebagai berikut :
بسم الله الرحمن الرحيم . بارك الله  لكل  واحد منا  في  صاحبه[1].
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِا    






[1] Al-adzkar  an-Nawawi, Hal. 251

Minggu, 25 September 2016

KENAPA TAHUN DUDA ???

KENAPA TAHUN DUDA ??? 
Ini nadhoman angka jumali untuk tahun jawa ISLAM !!!
Silakan dipahami.
ڮي (ھ) حد ڤونا (ج) مه ڤون (ز) ثاڤاهيڠ(أ) بو
         
(د) توڮي (ب) ميس ڮييا (و) نين وون (ج) عه ڮييا 

11.       Aboge = Rabu Wage – Tahun Alif
22.       Hahadpona = Ahad Pon – Tahun Ha’
33.       Jamehpon = Jumat Pon – Tahun Jim Awal
44.       Zatsapahing = Selasa Pahing – Tahun Za’
55.       Datugi = Sabtu Legi – Tahun Dal
66.       Bamis Giya = Kamis Legi - Tahu Ba’
77.       Wanin Wun = Senin Kliwon – Tahun Wawu
88.       Jaahgiya = Jumat Wage – Tahun Jim Akhir

Coba dicermati, pasaran Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Yang tidak punya pasangan mana ?
Coba Kita cocokkan pelan-pelan, Rabu Wage pasangan sama Jumat Wage. Ahad Pon pasangan sama Jumat Pon. Sabtu Legi pasangan dengan Kamis Legi. Selasa Pahing (tidak mempunyai pasangan). Senin Kliwon (tidak mempunyai pasangan). Perlu diingat, yang dipasangkan hanya pasarannya saja. 

Berawal dari sinilah orang jawa mempercayai bahwa tahun / pasaran yang tidak mempunyai pasangan maka dinamakan tahun “duda”. Kebetulan pada awal Muharram 1438 H. bebarengan tahun 2017 bertepatan  dengan hari “Ahad Kliwon”. Kembali ke atas, karena pasarannya “Kliwon” dan tidak ada pasangannya maka dinamakan tahun duda.

sedikit centilan, coba anda kalau ada waktu luang jalan-jalan ke Pengadilan Agama Kabupaten di sekitar anda, carilah data atau tanyakan kepada mereka yang sedang menghadapi sidang perceraian, tahun kapan mereka menikah. setelah itu anda cocokkan, apakah bertepatan dengan tahun duda atau tidak ??? 
Kalau  saya boleh berspekulasi, kebanyakan  tidak.
Jika ingin mengetahui lebih lanjut, mengenai tinjauan dari segi perhitungannya (ilmu Falak), silakan hubungi admin.
Sekian dahulu, terima kasih. :)

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KEPUASAN PELAYANAN PUBLIK

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD  GOVERNANCE TERHADAP KEPUASAN PELAYANAN PUBLIK
Makalah  Dipresentasikan Dalam Mata Kuliah
Pendidikkan Kewarganegaraan





Oleh :

ALAIK RIDHALLAH











BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Konsep good governance ini munculnya karena adanya ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya sebagai penyelengggara urusan publik. Pendekatan penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralis, non partisifatif serta tidak akomodatif terhadap kepentingan publik pada rezim-rezim terdahulu, harus diakui telah menumbuhkan rasa tidak percaya dan bahkan antipati pada rezim yang berkuasa. Menurut Edelman, hal seperti ini merupakan era anti birokrasi, era anti pemerintah. Penerapan prinsip-prinsip good governance sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja aparatur negara. Hal ini disebabkan karena pemerintah merancang konsep prinsip-prinsip good governance untuk meningkatkan potensi perubahan dalam birokrasi agar mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, disamping itu juga masyarakat masih menganggap pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pasti cenderung lamban, tidak profesional, dan biayanya mahal.
Gambaran buruknya birokrasi antara lain organisasi birokrasi gemuk dan kewenangan antar lembaga yang tumpang tindih; sistem, metode, dan prosedur kerja belum tertib; pegawai negeri sipil belum profesional, belum netral dan sejahtera; praktik korupsi, kolusi dan nepotisme masih mengakar; koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program belum terarah; serta disiplin dan etos kerja aparatur negara masih rendah.
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan.
Dari latar belakang masalah yang muncul di atas, maka pada kesempatan kali ini, kelompok kami akan menerangkan tentang Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance Terhadap Kepuasan Pelayanan Publik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Prinsip-prinsip dan Pengertian Good Govermence ?
2.      Apa Pengertian  Pelayanan Publik ?
3.      Bagaimana Realita Pelayanan Publik Terhadap Kepuasan Masyarakat ?














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Good Govermence
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat.[1] Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka. Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif.[2] Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusiinstitusi negara. Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.
Lembaga Administrasi Negara (2000) memberikan pengertian Good governance yaitu penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik terdiri dari:
1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
2.    Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
3.   Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4.    Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.
5.    Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
6.  Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
7.   Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) dikemukakan oleh UNDP (1997) yaitu meliputi:
1.   Partisipasi (Participation): Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2.    Akuntabilitas (Accountability): Para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik, sebagaimana halnya kepada stakeholders.
3.    Aturan hukum (Rule of law): Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak azasi manusia.
4.    Transparansi (Transparency): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
5.   Daya tangkap (Responsiveness): Setiap intuisi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).
6.    Berorientasi konsensus (consensus Orientation): Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
7.    Berkeadilan (Equity): Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
8.    Efektifitas dan Efisiensi (Effectifitas and Effeciency): Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan berbagai sumber yang tersedia.
9.    Visi Strategis (Strategic Vision): Para pemimpin dan masyarakat memiliki persfektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintah yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

B.     Pelayanan Publik
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.[3]
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayana sebagai hal, cara atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang dengan makanan atau minuman; menyediakan keperluan orang; mengiyakan, menerima; menggunakan).
Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2009, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara publik.
Sementara itu istilah publik berasal dari bahasa inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia baku menjadi publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Padanan kata yang tepat digunakan adalah praja yang sebenarnya bermakna rakyat sehingga lahir istilah pamong praja yang berarti pemerintah yang melayani kepentingan seluruh rakyat.[4]
Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Lijan Poltak Sinambela mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan. Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat pada penyelenggaraan negara.[5] Negara didirikan oleh publik atau masyarakat tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya negara dalam hal ini birokrasi haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat. Tujuan pelayanan publik adalah memuaskan dan bisa sesuai dengan keinginan masyarakat atau pelayanan pada umumnya.[6]
Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 62 tahun 2003 tentang penyelenggaraan pelayanan publik setidaknya mengandung sendi-sendi :
1.    Kesederhanaan, dalam arti prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2.    Kejelasan yang mencakup :
a. Rincian biaya atau tarif pelayanan publik.
b.Prosedur/tata cara umum, baik teknis maupun administratif.
3.    Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik harus dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.    Kemudahan akses, yaitu bahwa tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
5.    Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, yakni memberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
6.    Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.

C.     Realita Pelayanan Publik Terhadap Kepuasan Masyarakat
Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara konsep good-governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah.
Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi :
1.    reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat;
2.    tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan;
3.    masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;
4.    makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik;
5.    meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum;
6.    meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
7.    rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan daerah yang belum memadai;
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang berjudul changing public services values mengatakan bahwa para birokrat bekerja dalam sebuah bermuatan nilai dan lingkungan yang yang didorong oleh sejumlah nilai. nilai-nilai ini yang menjadi pijakan dalam segala aktivitas birokrasi saat memberi pelayanan publik.
Terkait dengan pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus dipegang teguh para formulator saat mendesain suatu naklumat pelayanan. beberapa nilai yang dimaksud yakni
1. kesetaraan
2. keadilan
3. keterbukaan
4. kontinyuitas dan regualitas
5. partisipasi
6. inovasi dan perbaikan
7. efesiensi
8. efektifitas[7]
Dengan metode tersebut  penerapan prinsip good governance dalam pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000.
Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma good governance, dalam prosesnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan pendekatan rule government (legalitas), atau hanya untuk kepentingan pemeintahan daerah. Paradigma good governance, mengedepankan proses dan prosedur, dimana dalam proses persiapan, perencanaan, perumusan dan penyusunan suatu kebijakan senantiasa mengedepankan kebersamaan dan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Pelibatan elemen pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi sangat penting, karena merekalah yang memiliki kompetensi untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan. Pelibatan masyarakat juga harus dilakukan, dan seharusnya tidak dilakukan formalitas, penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) tehadap para pemangku kepentingan dilakukan secara optimal melalui berbagai teknik dan kegiatan, termasuk di dalam proses perumusan dan penyusunan kebijakan.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan publik.
Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan yang kurang baik.
Kinerja manajemen pemerintahan yang buruk, dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen top pimpinan, pimpinan manajerial atas, menengah dan bawah, serta aparatur penyelenggara pemerintahan lainnya untuk berama-sama mewujudkan tujuan otonomi daerah. Selain itu, kurangnya komitmen untuk menetapkan dan melaksanakan strategi dan kebijakan meningkatkan kualitas manajemen kinerja dan kualitas pelayanan publik. Contoh: Banyak Pemerintah Daerah yang gagal dan/atau tidak optimal melaksanakan kebijakan pelayanan terpadu satu atap, tetapi banyak yang berhasil menerapkan kebijakan pelayanan terpadu satu atap seperti yang dilakukan oleh pemerintah kota solo yang secara tegas memberlakukan kebijakan tersebut misalnya dalam pembuatan KTP yang biasanya dalam pengurusan KTP tersebut membutuhkan waktu sekitar dua minggu, yang dilakukan oleh walikota solo adalah dengan cara mebuat efesien pelayan pembuatan KTP itu hanya dengan satu jam saja.
Walikota Solo (Jokowi)  juga menmbuat semacam kartu jaminan kesehatan bagi warga miskin yang sudah terdata secara komputerisasi dan sehingga dalam pelayanan kesehatan tersebut warga di kota Solo tidak lagi harus membuat surat tanda tidak mampu dari RT maupun kelurahannya karena sudag terdata secara baik dan benar.[8]
Meningkatnya kualitas pelayanan publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan komitmen pimpinan/top manajer dan aparat penyelenggara pemerintahan untuk menyelenggarakan kepemerintahan yang baik. Perubahan signifikan pelayanan publik, akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.
Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaiknya kinerja manajemen pemerintahan, disisi lain menunjukan adanya perubahan pola pikir yang berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.
Tidak kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh untuk menurunkan atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada jalur yang benar, memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dan mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
Paradigma good governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian besar stakeholder pemerintahan di pusat dan daerah, dan menumbuhkan semangat pemerintah daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mamajemen pemerintahan daerah, guna meningkatkan kualitas pelayanan publik. Banyak pemerintah daerah yang telah mengambil langkah-langkah positif didalam menetapkan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip good governance.
Paradigma good governance menjadi relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap mental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta membangun kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, bahwa Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan publik.
Pemerintah perlu menyusun Standar Pelayanan bagi setiap instansi pemerintahan yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta perlu dilakukan evaluasi secara berkala agar pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat. Ada lima cara perbaikan di sektor pelayanan publik yang patut dipertimbangkan: Mempercepat terbentuknya UU Pelayanan Publik, Pembentukan pelayanan publik satu atap (one stop services), Transparansi biaya pengurusan pelayanan publik, Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), dan reformasi pegawai yang berkecimpung di pelayanan publik.
Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaiknya kinerja manajemen pemerintahan, disisi lain menunjukan adanya perubahan pola pikir yang berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.
Tidak kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh untuk menurunkan atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada jalur yang benar, memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dan mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
























Daftar Pustaka
L.P. Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta, Bumi Aksara, 2010
Pandji Santosa, Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung: PT. Reflika Aditama, 2008
Sampara Lukman, manajemen Kualitas Pelayanan, jakarta, STIA LAN Press 2000
artikel “Dokumen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan”, dalam buletin informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 2000
jurnal I Made Sumadana, mewujudkan good governance dalam system pelayanan publik, Widyatana vol 2 2007 FISIP UNR
Meuthia Ganie-Rochman dalam artikel berjudul “Good governance : Prinsip, Komponen dan Penerapannya”, yang dimuat dalam buku HAM : Penyelenggaraan Negara Yang Baik & Masyarakat Warga, (2000), Jakarta : Komnas HAM
http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2011/05/26/8878/27/Solo-Memang-Beda/


[1] Dikutip dari artikel “Dokumen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan”, dalam buletin informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 200
[2] Dikutip Meuthia Ganie-Rochman dalam artikel berjudul “Good governance : Prinsip, Komponen dan Penerapannya”, yang dimuat dalam buku HAM : Penyelenggaraan Negara Yang Baik & Masyarakat Warga, (2000), Jakarta : Komnas HAM
[3] Sampara Lukman, manajemen Kualitas Pelayanan, jakarta, STIA LAN Press 2000, hlm 8
[4] L.P. Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, hlm 5
[5]Opcit, L.P Sinambela, Hlm 5
[6]opcit, L.P Sinambela, Hlm 6
[7] Dikutip dari  jurnal I Made Sumadana, mewujudkan good governance dalam system pelayanan public fisip UNR
[8] Dikutip dari http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2011/05/26/8878/27/Solo-Memang-Beda/

Universalitas Nilai Islam Pada Generasi Millenial Era Digital

       sumber gambar : republika.co.id.          Kajian mengenai sejarah peradaban Islam telah melalui dan mengalami beberapa periode, pada...