Peranan Ilmu Falak Dalam Waktu-waktu Shalat
Makalah Dipresentasikan Dalam Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Falak
ALAIK RIDHALLAH
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat
merupakan ibadah mahdhah, ialah ibadah
dalam arti sempit yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat
dan rukunnya. Maksudnya syarat itu hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu
kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan rukun itu hal-hal, cara, tahapan atau
urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu.
Shalat adalah ibadah yang tidak bisa ditinggalkan, baik
dalam keadaan apapun dan tidak ada dispensasi. Shalat merupakan kewajiban bagi
seluruh umat muslim dan merupakan perintah langsung dari Allah s.w.t. Yang diberikan
kepada Nabi Muhammad s.w.a. Ketika melaksanakan misi suci, yaitu Isra’
Mi’raj. Yang terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 12 sesudah kenabian.[1]
Adapun salah satu syarat sah untuk
menjalankan shalat ialah menghadap kiblat, sudah masuk waktunya. Dan bagaimana
cara mengetahui bahwa shalat kita benar-benar pas menghadap ke arah kiblat atau
sudah masuk waktunya, di sinilah peranan ilmu falak sangat penting dalam
menjawab persoalan seperti hal tersebut. Di dalam Ilmu falak mempelajari tentang
awal-awal waktu shalat, arah kiblat, awal
bulan qamariyah, bulan miladiyah, dan lain-lain.
Dalam makalah ini akan memaparkan tentang peranan
ilmu falak terhadap awal-awal waktu shalat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian shalat dan waktunya ?
2.
Apa dasar waktu shalat dan perinciannya ?
3.
Bagaimana peranan Ilmu Falak terhadap penentuan awal
waktu shalat ?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Shalat
dan waktunya
Shalat menurut
bahasa artinya doa, atau doa untuk kebaikan. Dikatakan, “shalla,
yashilu, shalatan”; ibadah khusus
yang sudah dijelaskan batasan waktu dan tata caranya dalam syariat Islam.[2]
Sedangkan menurut syariat, shalat adalah sejumlah ucapan
dan perbuatan khusus, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Dinamakan shalat menurut pengertian syariat karena ia mengandung doa.
Shalat hukumnya wajib berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan ijma’.
Adapun dalil dari Al-Quran, antara lain:
1.
Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 110 yang berbunyi:
|
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja
yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi
Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
2.
Fiman Allah dalam Surat An Nisaa ayat 103 yang berbunyi:
|
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.
|
3.
firman Allah dalam
Surat Al-An'aam ayat 71-72 yang berbunyi :
|
Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada
Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan
tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan
kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti
orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam
keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan
yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami".
Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya)
petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam,
|
Al-An'aam ayat 72 berbunyi:
|
Dan agar mendirikan
sembahyang serta bertakwa kepadaNya". Dan Dialah Tuhan yang kepadaNyalah
kamu akan dihimpunkan.
Dalam
mengenai waktu shalat, Allah berfirman :
فَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتا
‘’Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang di tentukan
waktunya atas orang-orang yang Beriman.’’(QS. An nisa’103)
Ayat di atas menerangkan tentang waktu shalat secara Ijmal
(global). Para mufassir berbeda pendapat tentang tafsir ayat “kitaaban
Mauquutaa”.
Pertama, yang mengartikan sebagai kewajiban saja tanpa ada embel-embel waktu sebagaimana riwayat dari ‘Athiyah
Al-‘Aufy, Al-Hasan, Abu-ja’far, Ibnu Abbas (pada salah satu riwayatnya), Ibnu
Zaid, As Suddiy dan Mujahid.[3]
Kedua,
menyatakan
“kitaban mauqutan” bermakna waktu yang ditentukan. Inilah pendapat
yang shahih sebagaimana riwayat dari Zaid bin Aslam, Ibnu Abbas (pada salah
satu riwayatnya), Mujahid As Suddiy, Ibnu Qutaibah, Ibnu Qatadah.[4]
Secara syar’i, shalat diwajibkan (shalat maktubah) itu mempunyai waktu-waktu yang telah
ditentukan ( sehingga terdefinisi sebagai ibadah muwaqqat
).[5]
Sebagaimana yang dijelaskan dalam( Qs.An-Nisa
:103)
Walaupun tidak dijelaskan secara gamblang
waktu-waktunya, namun secara syar’i, Al-Qur’an telah menentukannya. Sedangkan
penjelasan waktu shalat yang terperinci diterangkan dalam hadist Nabi. Dari
hadist-hadits waktu shalat itulah, para ulama fiqih memberikan
batasan-batasan waktu shalat dengan berbagai cara atau metode yang mereka
asumsikan untuk menentukan waktu shalat tersebut.
Dalam pembahasan waktu-waktu shalat ini yang dimaksud adalah sebagaimana yang
kita telah ketahui bersama yaitu, waktu-waktu shalat lima waktu yakni waktu
dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Dalam perhitungan penentuan waktu
shalat tidak lepas dari peran peredaran gerak
semu Matahari. Waktu shalat sangat
berkaitan dengan peristiwa peredaran semu matahari relatif pada bumi yang
pada dasarnya untuk menentukan waktu shalat diperlukan letak geografis,
waktu, dan ketinggian. Sementara itu berdasarkan observasi yang dilakukan
para Astronom diketahui bahwa perjalanan matahari relatif tetap, maka terbit,
tergelincir, terbenamnya dengan mudah dapat diperhitungkan termasuk kapan
matahari itu akan membentuk bayangan suatu benda sama panjang dengan benda
tersebut (lihat Ilmu
falak praktis: Ahmad Izzuddin).
|
- Dasar waktu shalat dan
rinciannya
1.
Dasar Waktu Shalat
Dalam waktu shalat yaitu menggunakan kedudukan waktu matahari
harian sebagai refrensi. Berdasarkan dari makhodz Al-Qur’an dan Hadits,
waktu tersebut terkait dengan kedudukan matahari yang sepadan. Di antaranya
termaktub dalam A-Qur’an :
a.
Surah
Thaha ayat 130
فسبح بحمد ربك قبل طلوع
الشمس وقبل غروبها ومن اناءالليل فسبح واطراف النهار
“Dan bertasbilah dengan memuji
tuhanmu, sebelum terbit matahari (subuh) dan sebelum terbenamnya (ashar dan
dhuhur), dan bertasbih pulalah di waktu-waktu malam hari (isya), dan hujung
siang (maghrib)
supaya kamu merasa senang”
b.
Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat
78
اقم الصلاة لدلوك الشمس الى غسق الليل وقران الفجر ان قران
الفجر كان مشهودا
“Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap
malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu
disaksikan (oleh malaikat)”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat Islam diperintahkan
untuk melaksanakan salat lima waktu wajib dalam sehari semalam, sedangkan
ketika itu penyampaian Nabi s.a.w baru bersifat lisan dan waktu-waktu
pelaksanaannya pun belum tercantum dalam al-Qur’an, hingga akhirnya turunlah
ayat tersebut.[6]
Kata ﻠﺪﻟﻮﻚ terambil dari kata ( ﺪﻠﻚ ) yang bila dikaitkan dengan matahari, maka berarti bergeser dari ( titik )
tengah langit, tenggelam atau menjadi berwarna menguning. Berdasarkan kata
tersebut dapat mengisyaratkan secara jelas dari adanya kewajiban salat, yaitu
Zuhur dan Magrib, dan secara tersurat dapat mengisyaratkan juga tentang salat
Ashar, karena waktu Ashar bermula begitu matahari menguning.
Maksud kalimat ( لِدُلُوكِ
الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْل ) mengandung
perintah untuk melaksanakan salat wajib setelah tergelincirnya matahari sampai
gelapnya malam. Kalimat tersebut mengandung empat kewajiban salat, yakni salat
Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Adapun kalimat (وَقُرْآنَ
الْفَجْر) secara harfiah berarti bacaan
al-Qur’an di waktu fajar, tetapi ayat ini berbicara dalam konteks kewajiban
salat, maka tidak ada bacaan wajib pada saat fajar kecuali bacaan al-Quran yang
dilaksanakan ketika salat Subuh. Salat Subuh merupakan hal yang dimaksud dalam
kalimat tersebut.
Begitu juga dalam Tafsir al-Qur’anul Madjid An-Nur menjelaskan pula tentang
adanya pelaksanaan salat dari
matahari tergelincir hingga gelap malam dengan sempurna rukun dan syaratnya.
Ayat tersebut mengandung petunjuk yang meliputi empat salat, yaitu Zuhur, Ashar,
Magrib, dan Isya. Adapun ( قُرْآنَ الْفَجْر ) merupakan salat pada waktu fajar.
Ar-Rozi mengatakan bahwa pada waktu Subuh tersebut manusia menyaksikan
bekas-bekas kekuasan Allah s.w.t dan keindahan hikmah-Nya di langit dan di
bumi, pada waktu itu juga orang-orang tidur kembali merasakan panca indranya
yang terpisah dari malam selama mereka tidur.
c.
Hadis Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah
r.a.
ﻋﻦ
ﺠﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺑﺪ ﺍﻟﻟﻪ ﺮﺿﻰ ﺍﻠﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻘﺎﻞ ﺍﻥ ﺍﻟﻨﺑﻰ ﺼﻠﻌﻡ ﺠﺎﺀﻩ ﺠﺑﺮﻴﻝ ﻋﻟﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻢ ﻔﻘﺎﻞ ﻟﻪ
ﻘﻢ ﻔﺻﻟﻪ ﻔﺼﻟﻰ ﺍﻟﻇﻬﺭ ﺤﺗﻰ ﺰﺍﻠﺖ ﺍﻟﺷﻤﺱ ﺛﻡ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻟﻰ ﺍﻠﻌﺼﺮ ﺤﻴﻥ ﺼﺎﺭ
ﻆﻞ ﻜﻞ ﺷﻴﺊ ﻤﺜﻟﻪ ﺛﻡ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻤﻐﺮﺏ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻠﻰ ﺍﻠﻤﻐﺮﺏ ﺤﻴﻥ ﻭﺟﺑﺕ ﺍﻠﺸﻤﺲ ﺜﻡ ﺟﺎﺀﻩ
ﺍﻠﻌﺸﺎﺀ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻠﻰ ﺍﻠﻌﺸﺎﺀ ﺤﻴﻦ ﻏﺎﺏ ﺍﻠﺷﻔﻕ ﺜﻢ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻔﺠﺮ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻢ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺻﻟﻰ
ﺍﻠﻔﺟﺮ ﺤﻴﻥ ﺑﺮﻕ ﺍﻠﻔﺠﺮ ﻮﻗﺎﻞ ﺴﻄﻊ ﺍﻠﺑﺤﺭ ﺜﻢ ﺟﺎﺀﻩ ﺑﻌﺪ ﺍﻠﻐﺪ ﺍﻠﻆﻬﺭ ﻔﻘﺍﻞ ﻗﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻟﻰ
ﺍﻠﻈﻬﺮ ﺤﻴﻥ ﺼﺍﺭ ﻅﻝ ﻜﻝ ﺷﻴﺊ ﻤﺜﻠﻪ ﺜﻢ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻌﺼﺭ ﻔﻗﺎﻞ ﻘﻢ ﻔﺻﻟﻪ ﻔﺻﻟﻰ ﺍﻠﻌﺼﺮ ﺤﻴﻥ ﺼﺎﺭ ﻆﻞ
ﻜﻝ ﺸﻴﺊ ﻤﺛﻟﻪ ﺜﻢ ﺟﺎﺀﻩ ﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﻭﻘﺗﺎ ﻮﺍﺤﺩﺍ ﻠﻡ ﻴﺰﻞ ﻋﻨﻪ ﺜﻢ ﺟﺎﺀﻩ ﺍﻠﻌﺸﺎﺀ ﺤﻴﻥ ﺬﻫﺐ ﻨﺼﻑ
ﺍﻠﻠﻴﻝ ﺍﻮﻗﺎﻞ ﺜﻠﺚ ﺍﻠﻟﻴﻝ ﻔﺼﻠﻰ ﺍﻠﻌﺷﺎﺀ ﺤﻴﻦ ﺟﺎﺀﻩ ﺣﻳﻥ ﺍﺴﻔﺮ ﺠﺪﺍ ﻔﻘﺍﻞ ﻗﻡ ﻔﺼﻠﻪ ﻔﺼﻟﻰ ﺍﻟﻔﺠﺮ
ﺜﻡ ﻘﺎﻞ ﻤﺎ ﺑﻴﻥ
ﻫﺬﻴﻥ ﺍﻟﻮﻗﺘﻴﻥ ﻭﻘﺖ ) [7].ﺮﻭﺍﻩ
ﺍﺤﻤﺪ ﻮﺍﻠﻨﺴﺎﺉ ﻮﺍﻟﺘﺭﻤﺬﻱ ﻴﻧﺤﻮﻩ (
“Dari Jabir bin
Abdullah r.a. berkata telah datang
kepada Nabi saw, Jibril a.s lalu berkata kepadanya ; bangunlah! lalu salatlah,
kemudian Nabi S.A.W salat Zuhur di kala matahari tergelincir. Kemudian ia
datang lagi kapadanya di waktu Asar lalu berkata : bangunlah lalu salatlah!.
Kemudian Nabi S.A.W salat Asar di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya.
Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Magrib lalu berkata : bangunlah lalu
salatlah, kemudian Nabi s.a.w shalat Magrib di kala matahari terbenam. Kemudian
ia datang lagi kepadanya di waktu Isya lalu berkata : bangunlah dan salatlah! Kemudian
Nabi salat Isya di kala matahari telah terbenam. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di waktu fajar lalu berkata : bangunlah dan salatlah! kemudian Nabi
saw salat fajar di kala fajar menyingsing. Ia berkat : di waktu fajar bersinar.
Kemudian ia datang pula esok harinya pada waktu Zuhur, kemudian berkata
kepadanya : bangunlah lalu salatlah, kemudian Nabi saw salat Zuhur di kala
bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu
Asar dan ia berkata : bangunlah dan salatlah! kemudian Nabi saw salat Asar di
kala bayang-bayang matahari dua kali sesuatu itu. Kemudian ia datang lagi
kapadanya di waktu Magrib dalam waktu yang sama, tidak bergeser dari waktu yang
sudah. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Isya di kala telah lalu
separuh malam, atau ia berkata : telah hilang sepertiga malam, Kemudian Nabi
saw salat Isya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di kala telah bercahaya benar
dan ia berkata ; bangunlah lalu salatlah, kemudian Nabi salat fajar. Kemudian
Jibril berkata : saat dua waktu itu adalah waktu salat.” (HR. Imam Ahmad,
Nasa’i dan Thirmizi).
2.
Rincian waktunya
Dari sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Amar
r.a ;
عن عبدالله عمرصلعم قال النبي صلعم قال وقت الظهر اذا زلت
الشمس وكان كل الظل كل الرجل كطوله مالم يحضر العصر
ووقت العصر مالم تصفر الشمس ووقت صلاة المغرب مالم يغب الشفق ووقت العشاء الى نصف
الليل الاوسط ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر مالم تطلع الشمس (رواه مسلم)
“Dari
Abdullah bin Amar r.a berkata: sabda Rasulullah s.a.w ; waktu dzuhur apabila tergelincir
Matahari, sampai bayang-bayang seseorang sama dengan tingginya, yaitu selama
belum dating waktu ashar. Dan waktu Ashar selama Matahari belum menguning. Dan
waktu maghrib selama syafaq merah). Dan
sampai tengah malam yang pertengahan. Dan waktu shubuh mulai fajar menyingsing
sampai selama Matahari belum terbit.”
a.
Waktu Dzuhur
Waktu dzuhur dimulai sejak matahari
tergelincir, yaitu sesaat setelah matahari
mencapai titik kulminasi dalam peredaran hariannya, sampai tibanya waktu ashar.
Dalam hadist dikatakan bahwa Nabi shalat dzuhur saat
matahari tergelincir dan disebutkan pula ketika bayang-bayang sama panjang
dengan dirinya. ini tidaklah bertentangan sebab untuk Saudi Arabia yang
berlintang sekitar 20 derajat sampai 30 derajat utara pada saat matahari
tergelincir panjang bayang-bayang dapat mencapai panjang bendanya bahkan lebih.
Keadaan ini dapat terjadi ketika matahari sedang berposisi
jauh di selatan yaitu sekitar bulan Juni dan Desember.[8]
b.
Waktu Ashar
Dalam hadist tersebut disebutkan bahwa Nabi
melakukan shalat Ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya dan
juga disebutkan saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya.
Ini dikompromikan bahwa Nabi melakukan
shalat Ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya ini terjadi
ketika saat matahari kulminasi setiap benda yang tidak mempunyai bayang-bayang,
dan Nabi melakukan shalat Ashar pada saat panjang bayang-bayang dua kali
panjang dirinya, ini terjadi ketika matahari kulminasi panjang bayang-bayang
sama dengan dirinya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa waktu Ashar dimulai saat panjang bayang-bayang sama atau dua kali dari panjang benda setelah
matahari berkulminasi sampai tiba waktu maghrib.[9]
c. Waktu Maghrib
Shalat maghrib
merupakan shalat wajib atau maktubah yang durasi (lama) waktunya sangatlah
singkat, yakni waktu shalat maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai
hilangnya awan merah (syafaq) di ufuk barat. Para ulama seluruhya menetapkan
bahwa awal waktu maghrib, ialah terbenamnya matahari diakhiri dengan hilangnya
awan merah di ufuk barat dan menganjurkan kita untuk menyegerakan shalat
maghrib di awal waktunya. Waktu Maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai
tibanya waktu Isya.[10]
d. Waktu Isya
Waktu Isya
dimulai sejak hilang mega merah sampai separuh malam ada juga yang mengatakan
sepertiga[11], ada
juga yang menyatakan akhir shalat Isya adalah terbitnya fajar.[12]
e. Waktu shubuh
Waktu shubuh
dimulai sejak terbit fajar sampai terbitnya matahari.[13]
C. Peranan Ilmu
Falak terhadap penentuan awal waktu Shalat
Dahulu ulama-ulama menentukan waktu shalat dengan
menggunakan cara melihat langsung tanda-tanda alam sebagaimana secara tekstual
dalam hadits-hadits Nabi, seperti menggunakan alat bantu tongkat istiwa’ atau miqyas
atau hemisperium. Hal tersebut merupakan metode cara yang digunakan oleh
madzhab rukyah dalam menentukan waktu-waktu shalat.
Secara maqsud konsteksual dari nash-nahs tersebut,
penentuan awal dan akhir waktu shalat ditentukan posisi Matahari dilihat dari
suatu tempat di Bumi, mengenai hal tersebut untuk mengetahui awal dan akhir
waktu shalat digunakan metode hisab (menghitung).
Dua metode tersebut berlaku di masyarakat, ini dapat
dilihat dari adanya tongkat istiwa’ (istilah Jawa: bencet) di setiap
(depan) masjid yang digunakan untuk menentukan waktu saat menjelang shalat.[14]
Itu menandakan bahwasannya metode rukyah juga masih
berlaku di masyarakat. Meskipun di masjid tersebut ada jadwal waktu shalat
selamanya yang dipakai bila saat cuaca tidak mendukung (mendung).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kedudukan ilmu Falak dalam menentukan awal dan akhir
waktu shalat sangatlah penting, karena shalat merupakan ibadah mahdhah dalam
arti harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sebelum melakukannya.
Dalam Islam shalat mempunyai tempat yang khusus dan
fundamental,karena shalat merupakan salah satu rukun Islam yang harus di
tegakkan, walaupun tidak jelas secara terperinci waktu-waktunya , namun secara
syar’i ,al-Qur’an telah menentukannya. Sedangkan penjelasan waktu-waktu shalat
yang terperinci di terangkan dalam hadist-hadist nabi. Ilmu falak merupakan
ilmu yang mempelajari pergerakan benda-benda langit khususnya matahari dan
bulan. khusus untuk ibadah shalat allah memberi petunjuk dalam al-quran dengan
pergerakan matahari. Dijadikannya matahari sebagai tanda untuk melaksanakan
shalat ini berarti ada kaitanya dengan ilmu falak, bahwa ilmu falak adalah ilmju yang mempelajari benda-benda
langi(matahari dan bulan) kemudian perintah untuk melaksanakan ibadah shalat
berdasarkan pergerakan matahari . maka disini adalah hubungan antara ilmu falak
terhadap ibadah shalat yaitu dengan mempelajari illmu falak, maka kita dapat
mengetahui waktu-waktu untuk mengerjakan ibadah shalat yang pada awalnya dalam
al-quran tidak dijelaskan secara terperinci dalam al-Qur’an.
B.
SARAN
Demikainlah
makalah yang kami susun tentang Peranan Ilmu Falak terhadap awal-awal waktu
shalat. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari pada sempurna dan
juga masih banyak kesalahan, untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita. Amin.
[1] Slamet Hambali, Ilmu falak jilid 1,
(Semarang: Progam Pasca Sarjana IAIN Walisongo 2011), hlm.103.
[3] Slamet Hambali, Ilmu falak jilid 1,
(Semarang: Progam Pasca Sarjana IAIN Walisongo 2011), hlm.107.
[4] Opcit,
hal 108.
[5] Ahmad izzudin.Ilmu falak praktis,
(Semarang:PT Rizki putra, 2012), hlm.77.
[6]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan,
Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, Cet 1, Vol 8, 2002,
hlm. 525.
[7] Al-Hafiz Jalal al-Din
al-Suyuthi, Sunan al-Nisa’i, Beirut – Libanon : Dar al-Kutub al-Alamiah,
hlm. 263.
[8] Ahmad Izuddin, ilmu falak praktis,
Semarang: pustaka riski putra, 2012 Hlm 83
[11] Lihat Imam Taqiuddin Abi Bakar Muhammad
Khusain
[14] Ahmad
izzudin.Ilmu falak praktis, (Semarang:PT Rizki putra, 2012), hlm.77.
artikel bagus, oh ya ditunggu kunjungan baliknya di https://pengantar-ilmufalak.blogspot.com
BalasHapussiap
Hapus