Jumat, 23 September 2016

Peranan Ilmu Falak Dalam Waktu-waktu Shalat

Peranan Ilmu Falak Dalam Waktu-waktu Shalat
Makalah Dipresentasikan Dalam Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Falak






ALAIK RIDHALLAH

















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Shalat merupakan ibadah mahdhah, ialah ibadah dalam arti sempit yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksudnya syarat itu hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan rukun itu hal-hal, cara, tahapan atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu.
Shalat adalah ibadah yang tidak bisa ditinggalkan, baik dalam keadaan apapun dan tidak ada dispensasi. Shalat merupakan kewajiban bagi seluruh umat muslim dan merupakan perintah langsung dari Allah s.w.t. Yang diberikan kepada Nabi Muhammad s.w.a. Ketika melaksanakan misi suci, yaitu Isra’ Mi’raj. Yang terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 12 sesudah kenabian.[1]
Adapun salah satu syarat sah untuk menjalankan shalat ialah menghadap kiblat, sudah masuk waktunya. Dan bagaimana cara mengetahui bahwa shalat kita benar-benar pas menghadap ke arah kiblat atau sudah masuk waktunya, di sinilah peranan ilmu falak sangat penting dalam menjawab persoalan seperti hal tersebut. Di dalam Ilmu falak mempelajari tentang awal-awal waktu shalat, arah kiblat, awal  bulan qamariyah, bulan miladiyah, dan lain-lain.
Dalam makalah ini akan memaparkan tentang peranan ilmu falak terhadap awal-awal waktu shalat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian shalat dan waktunya ?
2.      Apa dasar waktu shalat dan perinciannya ?
3.      Bagaimana peranan Ilmu Falak terhadap penentuan awal waktu shalat ?

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Shalat dan waktunya
Shalat menurut bahasa artinya doa, atau doa untuk kebaikan. Dikatakan,  “shalla, yashilu, shalatan”; ibadah khusus yang sudah dijelaskan batasan waktu dan tata caranya dalam syariat Islam.[2]
Sedangkan menurut syariat, shalat adalah sejumlah ucapan dan perbuatan khusus, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dinamakan shalat menurut pengertian syariat karena ia mengandung doa.
Shalat hukumnya wajib berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan ijma’.
Adapun dalil dari Al-Quran, antara lain:
1.      Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 110 yang berbunyi:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
2.      Fiman Allah dalam Surat An Nisaa ayat 103 yang berbunyi:
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

3.       firman Allah dalam Surat Al-An'aam ayat 71-72 yang berbunyi :
Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam,

Al-An'aam ayat 72 berbunyi:
 Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepadaNya". Dan Dialah Tuhan yang kepadaNyalah kamu akan dihimpunkan.

Dalam mengenai waktu shalat, Allah berfirman :
فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتا

‘’Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang di tentukan waktunya atas orang-orang yang Beriman.’’(QS. An nisa’103)
Ayat di atas menerangkan tentang waktu shalat secara Ijmal (global). Para mufassir berbeda pendapat tentang tafsir ayat “kitaaban Mauquutaa”.
Pertama, yang mengartikan sebagai kewajiban saja tanpa ada embel-embel  waktu sebagaimana riwayat dari ‘Athiyah Al-‘Aufy, Al-Hasan, Abu-ja’far, Ibnu Abbas (pada salah satu riwayatnya), Ibnu Zaid, As Suddiy dan Mujahid.[3]         
Kedua, menyatakan “kitaban mauqutan” bermakna waktu yang ditentukan. Inilah pendapat yang shahih sebagaimana riwayat dari Zaid bin Aslam, Ibnu Abbas (pada salah satu riwayatnya), Mujahid As Suddiy, Ibnu Qutaibah, Ibnu Qatadah.[4]
Secara syar’i, shalat diwajibkan (shalat maktubah)  itu mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan ( sehingga terdefinisi sebagai ibadah muwaqqat ).[5] Sebagaimana yang dijelaskan dalam( Qs.An-Nisa :103)
Walaupun tidak dijelaskan secara gamblang waktu-waktunya, namun secara syar’i, Al-Qur’an telah menentukannya. Sedangkan penjelasan waktu shalat yang terperinci diterangkan dalam hadist Nabi. Dari hadist-hadits waktu shalat itulah, para ulama fiqih memberikan batasan-batasan waktu shalat dengan berbagai cara atau metode yang mereka asumsikan untuk menentukan waktu shalat tersebut.
Dalam pembahasan waktu-waktu shalat  ini yang dimaksud adalah sebagaimana yang kita telah ketahui bersama yaitu, waktu-waktu shalat lima waktu yakni waktu dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Dalam perhitungan penentuan waktu shalat tidak lepas dari peran peredaran gerak semu Matahari. Waktu shalat sangat berkaitan dengan peristiwa peredaran semu matahari relatif pada bumi yang pada dasarnya untuk menentukan waktu shalat diperlukan letak geografis, waktu, dan ketinggian. Sementara itu berdasarkan observasi yang dilakukan para Astronom diketahui bahwa perjalanan matahari relatif tetap, maka terbit, tergelincir, terbenamnya dengan mudah dapat diperhitungkan termasuk kapan matahari itu akan membentuk bayangan suatu benda sama panjang dengan benda tersebut (lihat Ilmu falak praktis: Ahmad Izzuddin).
  1. Dasar waktu shalat dan rinciannya
1.      Dasar Waktu Shalat
Dalam waktu shalat yaitu menggunakan kedudukan waktu matahari harian sebagai refrensi. Berdasarkan dari makhodz Al-Qur’an dan Hadits, waktu tersebut terkait dengan kedudukan matahari yang sepadan. Di antaranya termaktub dalam A-Qur’an :
a.       Surah Thaha ayat 130
فسبح بحمد ربك قبل طلوع الشمس وقبل غروبها ومن اناءالليل فسبح واطراف النهار
“Dan bertasbilah dengan memuji tuhanmu, sebelum terbit matahari (subuh) dan sebelum terbenamnya (ashar dan dhuhur), dan bertasbih pulalah di waktu-waktu malam hari (isya), dan hujung siang (maghrib) supaya kamu merasa senang”
b.      Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 78
اقم الصلاة لدلوك الشمس الى غسق الليل وقران الفجر ان قران الفجر كان مشهودا
“Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan salat lima waktu wajib dalam sehari semalam, sedangkan ketika itu penyampaian Nabi s.a.w baru bersifat lisan dan waktu-waktu pelaksanaannya pun belum tercantum dalam al-Qur’an, hingga akhirnya turunlah ayat tersebut.[6]
Kata ﻠﺪﻟﻮﻚ terambil dari kata ( ﺪﻠﻚ ) yang bila dikaitkan dengan matahari, maka berarti bergeser dari ( titik ) tengah langit, tenggelam atau menjadi berwarna menguning. Berdasarkan kata tersebut dapat mengisyaratkan secara jelas dari adanya kewajiban salat, yaitu Zuhur dan Magrib, dan secara tersurat dapat mengisyaratkan juga tentang salat Ashar, karena waktu Ashar bermula begitu matahari menguning.
Maksud kalimat ( لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْل ) mengandung perintah untuk melaksanakan salat wajib setelah tergelincirnya matahari sampai gelapnya malam. Kalimat tersebut mengandung empat kewajiban salat, yakni salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Adapun kalimat           (وَقُرْآنَ الْفَجْر)      secara harfiah berarti bacaan al-Qur’an di waktu fajar, tetapi ayat ini berbicara dalam konteks kewajiban salat, maka tidak ada bacaan wajib pada saat fajar kecuali bacaan al-Quran yang dilaksanakan ketika salat Subuh. Salat Subuh merupakan hal yang dimaksud dalam kalimat tersebut.                                                                                                        
Begitu juga dalam Tafsir al-Qur’anul Madjid An-Nur menjelaskan pula tentang adanya pelaksanaan salat dari matahari tergelincir hingga gelap malam dengan sempurna rukun dan syaratnya. Ayat tersebut mengandung petunjuk yang meliputi empat salat, yaitu Zuhur, Ashar, Magrib, dan Isya. Adapun ( قُرْآنَ الْفَجْر ) merupakan salat pada waktu fajar. Ar-Rozi mengatakan bahwa pada waktu Subuh tersebut manusia menyaksikan bekas-bekas kekuasan Allah s.w.t dan keindahan hikmah-Nya di langit dan di bumi, pada waktu itu juga orang-orang tidur kembali merasakan panca indranya yang terpisah dari malam selama mereka tidur.

c.    Hadis Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a. 
ﻋﻦ ﺠﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺑﺪ ﺍﻟﻟﻪ ﺮﺿﻰ ﺍﻠﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻘﺎﻞ ﺍﻥ ﺍﻟﻨﺑﻰ ﺼﻠﻌﻡ ﺠﺎﺀﻩ ﺠﺑﺮﻴﻝ ﻋﻟﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻢ ﻔﻘﺎﻞ ﻟﻪ ﻘﻢ ﻔﺻﻟﻪ ﻔﺼﻟﻰ ﺍﻟﻇﻬﺭ ﺤﺗﻰ ﺰﺍﻠﺖ ﺍﻟﺷﻤﺱ ﺛﻡ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻟﻰ ﺍﻠﻌﺼﺮ ﺤﻴﻥ ﺼﺎﺭ ﻆﻞ ﻜﻞ ﺷﻴﺊ ﻤﺜﻟﻪ ﺛﻡ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻤﻐﺮﺏ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻠﻰ ﺍﻠﻤﻐﺮﺏ ﺤﻴﻥ ﻭﺟﺑﺕ ﺍﻠﺸﻤﺲ ﺜﻡ ﺟﺎﺀﻩ ﺍﻠﻌﺸﺎﺀ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻠﻰ ﺍﻠﻌﺸﺎﺀ ﺤﻴﻦ ﻏﺎﺏ ﺍﻠﺷﻔﻕ ﺜﻢ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻔﺠﺮ ﻔﻘﺎﻞ ﻘﻢ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺻﻟﻰ ﺍﻠﻔﺟﺮ ﺤﻴﻥ ﺑﺮﻕ ﺍﻠﻔﺠﺮ ﻮﻗﺎﻞ ﺴﻄﻊ ﺍﻠﺑﺤﺭ ﺜﻢ ﺟﺎﺀﻩ ﺑﻌﺪ ﺍﻠﻐﺪ ﺍﻠﻆﻬﺭ ﻔﻘﺍﻞ ﻗﻡ ﻔﺼﻟﻪ ﻔﺼﻟﻰ ﺍﻠﻈﻬﺮ ﺤﻴﻥ ﺼﺍﺭ ﻅﻝ ﻜﻝ ﺷﻴﺊ ﻤﺜﻠﻪ ﺜﻢ ﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻌﺼﺭ ﻔﻗﺎﻞ ﻘﻢ ﻔﺻﻟﻪ ﻔﺻﻟﻰ ﺍﻠﻌﺼﺮ ﺤﻴﻥ ﺼﺎﺭ ﻆﻞ ﻜﻝ ﺸﻴﺊ ﻤﺛﻟﻪ ﺜﻢ ﺟﺎﺀﻩ ﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﻭﻘﺗﺎ ﻮﺍﺤﺩﺍ ﻠﻡ ﻴﺰﻞ ﻋﻨﻪ ﺜﻢ ﺟﺎﺀﻩ ﺍﻠﻌﺸﺎﺀ ﺤﻴﻥ ﺬﻫﺐ ﻨﺼﻑ ﺍﻠﻠﻴﻝ ﺍﻮﻗﺎﻞ ﺜﻠﺚ ﺍﻠﻟﻴﻝ ﻔﺼﻠﻰ ﺍﻠﻌﺷﺎﺀ ﺤﻴﻦ ﺟﺎﺀﻩ ﺣﻳﻥ ﺍﺴﻔﺮ ﺠﺪﺍ ﻔﻘﺍﻞ ﻗﻡ ﻔﺼﻠﻪ ﻔﺼﻟﻰ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺜﻡ ﻘﺎﻞ ﻤﺎ ﺑﻴﻥ ﻫﺬﻴﻥ ﺍﻟﻮﻗﺘﻴﻥ ﻭﻘﺖ ) [7].ﺮﻭﺍﻩ ﺍﺤﻤﺪ ﻮﺍﻠﻨﺴﺎﺉ ﻮﺍﻟﺘﺭﻤﺬﻱ ﻴﻧﺤﻮﻩ (
“Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata  telah datang kepada Nabi saw, Jibril a.s lalu berkata kepadanya ; bangunlah! lalu salatlah, kemudian Nabi S.A.W salat Zuhur di kala matahari tergelincir. Kemudian ia datang lagi kapadanya di waktu Asar lalu berkata : bangunlah lalu salatlah!. Kemudian Nabi S.A.W salat Asar di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Magrib lalu berkata : bangunlah lalu salatlah, kemudian Nabi s.a.w shalat Magrib di kala matahari terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Isya lalu berkata : bangunlah dan salatlah! Kemudian Nabi salat Isya di kala matahari telah terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu fajar lalu berkata : bangunlah dan salatlah! kemudian Nabi saw salat fajar di kala fajar menyingsing. Ia berkat : di waktu fajar bersinar. Kemudian ia datang pula esok harinya pada waktu Zuhur, kemudian berkata kepadanya : bangunlah lalu salatlah, kemudian Nabi saw salat Zuhur di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu Asar dan ia berkata : bangunlah dan salatlah! kemudian Nabi saw salat Asar di kala bayang-bayang matahari dua kali sesuatu itu. Kemudian ia datang lagi kapadanya di waktu Magrib dalam waktu yang sama, tidak bergeser dari waktu yang sudah. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Isya di kala telah lalu separuh malam, atau ia berkata : telah hilang sepertiga malam, Kemudian Nabi saw salat Isya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di kala telah bercahaya benar dan ia berkata ; bangunlah lalu salatlah, kemudian Nabi salat fajar. Kemudian Jibril berkata : saat dua waktu itu adalah waktu salat.” (HR. Imam Ahmad, Nasa’i dan Thirmizi).
2.      Rincian waktunya
Dari sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Amar r.a ;
عن عبدالله عمرصلعم قال النبي صلعم قال وقت الظهر اذا زلت الشمس وكان كل الظل كل الرجل كطوله مالم يحضر العصر ووقت العصر مالم تصفر الشمس ووقت صلاة المغرب مالم يغب الشفق ووقت العشاء الى نصف الليل الاوسط ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر مالم تطلع الشمس (رواه مسلم)
“Dari Abdullah bin Amar r.a berkata: sabda Rasulullah s.a.w ; waktu dzuhur apabila tergelincir Matahari, sampai bayang-bayang seseorang sama dengan tingginya, yaitu selama belum dating waktu ashar. Dan waktu Ashar selama Matahari belum menguning. Dan waktu maghrib selama syafaq  merah). Dan sampai tengah malam yang pertengahan. Dan waktu shubuh mulai fajar menyingsing sampai selama Matahari belum terbit.”
a.       Waktu Dzuhur
       Waktu dzuhur dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu sesaat setelah matahari mencapai titik kulminasi dalam peredaran hariannya, sampai tibanya waktu ashar.
Dalam hadist dikatakan bahwa Nabi shalat dzuhur saat matahari tergelincir dan disebutkan pula ketika bayang-bayang sama panjang dengan dirinya. ini tidaklah bertentangan sebab untuk Saudi Arabia yang berlintang sekitar 20 derajat sampai 30 derajat utara pada saat matahari tergelincir panjang bayang-bayang dapat mencapai panjang bendanya bahkan lebih. Keadaan ini dapat terjadi ketika matahari sedang berposisi jauh di selatan yaitu sekitar bulan Juni dan Desember.[8]
b.      Waktu Ashar
        Dalam hadist tersebut disebutkan bahwa Nabi melakukan shalat Ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya dan juga disebutkan saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya.
        Ini dikompromikan bahwa Nabi melakukan shalat Ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya ini terjadi ketika saat matahari kulminasi setiap benda yang tidak mempunyai bayang-bayang, dan Nabi melakukan shalat Ashar pada saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya, ini terjadi ketika matahari kulminasi panjang bayang-bayang sama dengan dirinya.
        Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa waktu Ashar dimulai saat panjang bayang-bayang sama atau dua kali dari panjang benda setelah matahari berkulminasi sampai tiba waktu maghrib.[9]
c.       Waktu Maghrib
    Shalat maghrib merupakan shalat wajib atau maktubah yang durasi (lama) waktunya sangatlah singkat, yakni waktu shalat maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai hilangnya awan merah (syafaq) di ufuk barat. Para ulama seluruhya menetapkan bahwa awal waktu maghrib, ialah terbenamnya matahari diakhiri dengan hilangnya awan merah di ufuk barat dan menganjurkan kita untuk menyegerakan shalat maghrib di awal waktunya. Waktu Maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai tibanya waktu Isya.[10]
d.      Waktu Isya
      Waktu Isya dimulai sejak hilang mega merah sampai separuh malam ada juga yang mengatakan sepertiga[11], ada juga yang menyatakan akhir shalat Isya adalah terbitnya fajar.[12]
e.       Waktu shubuh
       Waktu shubuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbitnya matahari.[13]

C.    Peranan Ilmu Falak terhadap penentuan awal waktu Shalat
Dahulu ulama-ulama menentukan waktu shalat dengan menggunakan cara melihat langsung tanda-tanda alam sebagaimana secara tekstual dalam hadits-hadits Nabi, seperti menggunakan alat bantu tongkat istiwa’ atau miqyas atau hemisperium. Hal tersebut merupakan metode cara yang digunakan oleh madzhab rukyah dalam menentukan waktu-waktu shalat.
Secara maqsud konsteksual dari nash-nahs tersebut, penentuan awal dan akhir waktu shalat ditentukan posisi Matahari dilihat dari suatu tempat di Bumi, mengenai hal tersebut untuk mengetahui awal dan akhir waktu shalat digunakan metode hisab (menghitung).
Dua metode tersebut berlaku di masyarakat, ini dapat dilihat dari adanya tongkat istiwa’ (istilah Jawa: bencet) di setiap (depan) masjid yang digunakan untuk menentukan waktu saat menjelang shalat.[14]
Itu menandakan bahwasannya metode rukyah juga masih berlaku di masyarakat. Meskipun di masjid tersebut ada jadwal waktu shalat selamanya yang dipakai bila saat cuaca tidak mendukung (mendung).



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kedudukan ilmu Falak dalam menentukan awal dan akhir waktu shalat sangatlah penting, karena shalat merupakan ibadah mahdhah dalam arti harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sebelum melakukannya.
Dalam Islam shalat mempunyai tempat yang khusus dan fundamental,karena shalat merupakan salah satu rukun Islam yang harus di tegakkan, walaupun tidak jelas secara terperinci waktu-waktunya , namun secara syar’i ,al-Qur’an telah menentukannya. Sedangkan penjelasan waktu-waktu shalat yang terperinci di terangkan dalam hadist-hadist nabi. Ilmu falak merupakan ilmu yang mempelajari pergerakan benda-benda langit khususnya matahari dan bulan. khusus untuk ibadah shalat allah memberi petunjuk dalam al-quran dengan pergerakan matahari. Dijadikannya matahari sebagai tanda untuk melaksanakan shalat ini berarti ada kaitanya dengan ilmu falak, bahwa ilmu falak  adalah ilmju yang mempelajari benda-benda langi(matahari dan bulan) kemudian perintah untuk melaksanakan ibadah shalat berdasarkan pergerakan matahari . maka disini adalah hubungan antara ilmu falak terhadap ibadah shalat yaitu dengan mempelajari illmu falak, maka kita dapat mengetahui waktu-waktu untuk mengerjakan ibadah shalat yang pada awalnya dalam al-quran tidak dijelaskan secara terperinci dalam al-Qur’an.

B.     SARAN
Demikainlah makalah yang kami susun tentang Peranan Ilmu Falak terhadap awal-awal waktu shalat. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari pada sempurna dan juga masih banyak kesalahan, untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita. Amin.


[1] Slamet Hambali, Ilmu falak jilid 1, (Semarang: Progam Pasca Sarjana IAIN Walisongo 2011), hlm.103.
[2] Al-Mu’jam Al-Wajiz, hal. 369
[3] Slamet Hambali, Ilmu falak jilid 1, (Semarang: Progam Pasca Sarjana IAIN Walisongo 2011), hlm.107.
[4] Opcit, hal 108.
[5] Ahmad izzudin.Ilmu falak praktis, (Semarang:PT Rizki putra, 2012), hlm.77.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, Cet 1, Vol 8, 2002, hlm. 525.
[7] Al-Hafiz Jalal al-Din al-Suyuthi, Sunan al-Nisa’i, Beirut – Libanon : Dar al-Kutub al-Alamiah, hlm. 263.
[8] Ahmad Izuddin, ilmu falak praktis, Semarang: pustaka riski putra, 2012 Hlm 83
[9]Ibid  hlm 83
[10] Ibid  hlm 83
[11] Lihat Imam Taqiuddin Abi Bakar Muhammad Khusain
[12] Ibid hlm 83
[13]Ibid hlm 83
[14]  Ahmad izzudin.Ilmu falak praktis, (Semarang:PT Rizki putra, 2012), hlm.77.


2 komentar:

Silakan Komentar di bawah ini :

Universalitas Nilai Islam Pada Generasi Millenial Era Digital

       sumber gambar : republika.co.id.          Kajian mengenai sejarah peradaban Islam telah melalui dan mengalami beberapa periode, pada...